1. Dasar Hukum
Beberapa dasar hukum alih daya atau outsourcing yang berlaku setelah adanya UU Cipta Kerja ialah:
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja)
- Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (PP No. 35/2021)
2. Pengertian
Penggunaan istilah “outsourcing” lebih dahulu familiar digunakan daripada “alih daya” karena penggunaan istilah “alih daya” baru digunakan ketika PP No. 35/2021 diundangkan. Menurut Maurice Greaver sebagaimana dikutip dari Puspita dan Affandi, outsourcing adalah tindakan untuk mengalihkan kegiatan produksi perusahaan serta hak atas pengambilan keputusannya kepada pihak lain (outsider provider), dengan catatan tindakan yang berkaitan dengan hak dan kewajiban didasarkan atas kontrak kerjasama.[1]
Pada dasarnya peraturan perundang-undangan tidak memberikan definisi mengenai apa yang dimaksud sebagai alih daya (outsourcing). Meskipun demikian, definisi alih daya (outsourcing) secara implisit diterangkan dalam Pasal 1 angka 14 PP No. 35/2021 yang berbunyi:
“Perusahaan Alih Daya adalah badan usaha berbentuk badan hukum yang memenuhi syarat untuk melaksanakan pekerjaan tertentu berdasarkan perjanjian yang disepakati dengan Perusahaan pemberi kerja”
Definisi pemberi kerja diatur dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) yang berbunyi:
“Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang memperkerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain”
Baca Juga: Simak Bedanya Tenaga Kerja, Karyawan, Pekerja, dan Buruh
Dari 2 (dua) kutipan pasal tersebut dapat disimpulkan jika alih daya (outsourcing) merupakan pelaksanaan pekerjaan perusahaan pemberi kerja (perusahaan pengguna) oleh badan usaha berbentuk badan hukum (perusahaan alih daya) yang didasarkan pada perjanjian kerjasama antara perusahaan. Untuk mempermudah pemahaman, simak ilustrasi di bawah ini ya!
3. Sistem Kerja
a. Bagaimana Perekrutan Pekerja Alih Daya?
Proses perekrutan Pekerja Alih Daya sama dengan pekerja pada umumnya. Tenaga kerja terlebih dahulu dipersyaratkan memenuhi kualifikasi yang ditentukan Perusahaan Alih Daya dan telah lulus dalam beberapa seleksi. Perlu diingat bahwasanya Perusahaan Pengguna dilarang mengadakan seleksi Pekerja Alih Daya dari Perusahaan Alih Daya, sebab Pekerja Alih Daya merupakan pekerja profesional di bidangnya. Bentuk pengikatan antara Pekerja Alih Daya dan Perusahaan Alih Daya dapat berupa PKWT ataupun PKWTT sebagaimana ketentuan Pasal 66 ayat (1) UU Cipta Kerja jo. Pasal 18 ayat (1) PP No. 35/2021
Baca Juga: Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)
b. Bagaimana Pengupahan Pekerja Alih Daya?
Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia (ABADI) menyatakan Perusahaan Alih Daya tidak melakukan pemotongan upah kepada pekerja alih daya, karena keuntungan Perusahaan Alih Daya didapatkan dari management fee yang ditentukan saat terjadi perjanjian kerjasama antara perusahaan alih daya dengan perusahaan pengguna.[2] Dengan demikian, skema pengupahan yang umum ialah perusahaan pengguna memberikan sejumlah uang kepada perusahaan alih daya, barulah perusahaan alih daya memberikan upah kepada pekerja alih daya. Secara ringkas akan diilustrasikan sebagai berikut:
c. Bagaimana Pekerja Alih Daya Bekerja?
Secara moril, pekerja alih daya (outsourcing) yang diperkerjakan pada perusahaan pengguna tunduk pada Peraturan Perusahaan (PP) dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dari perusahaan pengguna, meskipun jika dipandang secara hukum tidak ada hubungan kerja antara pekerja alih daya dengan perusahaan pengguna, karena hubungan kerja terjadi antara pekerja alih daya dengan perusahaan alih daya. Hal tersebut terjadi karena peraturan perusahaan pengguna dianggap sebagai SOP yang harus diikuti oleh segenap pekerja yang melakukan kegiatan di perusahaannya.[3] Lebih lanjut, dalam Peraturan Perusahaan (PP) alih daya seharusnya terdapat klausul berupa “Semua pekerja yang dipekerjakan di perusahaan pengguna wajib mentaati peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama di perusahaan pengguna”. Jika dibuat dalam sebuah ilustrasi, cara pekerja alih daya bekerja ialah sebagai berikut:
4. Karakteristik Alih Daya
- Perusahaan Alih Daya harus berbentuk badan hukum[4]
- Perjanjian kerja Pekerja Alih Daya dengan Perusahaan Alih Daya berupa PKWT atau PKWTT[5]
- Tidak ada batasan jenis pekerjaan yang dapat dilakukan alih daya, yang artinya sekalipun pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan inti (cth: manajer), pekerjaan tersebut dapat dilakukan alih daya[6]
- Letak pertanggung jawaban pemenuhan hak pekerja alih daya ada pada Perusahaan Alih Daya[7]
[1] Gotra Lidya Puspita and Mochamad Affandi, “Analisis Penyaluran Tenaga Kerja Oleh Perusahaan-Perusahaan Outsourcing Di Perusahaan Airlines (Studi Kasus Di Pt Mandala Airlines),” Jurnal Ilmu Ekonomi Dan Pembangunan 15, no. 2 (2015): 56–70.
[2] Muhammad Idris, “Benarkah Perusahaan Outsourcing Potong Gaji Karyawan?,” detikfinance, 2014, https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-3488654/benarkah-perusahaan-outsourcing-potong-gaji-karyawan; Dhian Kusumawardhani, “Outsourcing: Pengertian, Sistem Kerja, Kelebihan & Kekurangan,” HR Note.asia, 2021, https://id.hrnote.asia/recruit/outsourcing-pengertian-sistem-kerja-kelebihan-kekurangan-210617/.
[3] Dinar Wahyuni, “Posisi Pekerja Outsourcing Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan,” Aspirasi 2, no. 2 (2012): 137–50.
[4] Pasal 1 ayat (14) PP No. 35/2021
[5] Pasal 81 butir 20 UU Cipta Kerja jo. Pasal 18 ayat (1) PP No. 35/2021
[6] Sebagaimana telah dihapusnya Pasal 65 dan dirubahnya Pasal 66 UU Ketenagakerjaan jo. Pasal 17 Permenaker No. 19/2012 sehingga alih daya dapat dilakukan tak hanya pada pekerjaan penunjang tetapi dapat dilakukan pula pada pekerjaan pokok/utama
[7] Perubahan Pasal 66 ayat (2) pada Pasal 81 butir 20 UU Cipta Kerja